Mewaspadai Penyebaran Radikalisme di Kalangan Generasi Muda

0
64

Oleh : Mahesa Jenar )*

Publik dikejutkan dengan fakta bahwa tersangka terorisme masih berusia muda. Generasi muda harus dicegah agar tidak terkontaminasi terorisme. Karena seharusnya mereka bekerja dan berkarya, bukannya meneror banyak orang.

Dalam kurun waktu seminggu, ada 2 peristiwa yang mengejutkan. Pertama, pengeboman di sebuah rumah ibadah di Makassar. Sedangkan yang kedua, penembakan di Mabes Polri. Keduanya dilakukan oleh anggota teroris. Setelah dilakukan penyelidikan, maka diketahui bahwa kedua tersangka pengeboman masih berusia 20-an. Sedangkan tersangka penyerangan di Mabes Polri masih berusia 25 tahun.

Hal ini sangat menguncang masyarakat. Karena selama ini terorisme identik dengan sosok yang sudah tua, seperti Abubakar Baasyir. Ternyata terorisme sudah merambah ke kawula muda dan sangat berbahaya, karena mereka seharusnya rajin bekerja. Bukannya mengorbankan nyawanya sendiri dengan menjadi pengantin bom.

Mengapa anak muda mau-mau saja direkrut jadi anggota teroris? Pertama saat ini kelompok teroris sudah memakai teknologi dalam menjalankan aksinya. Mereka memang merekrut generasi muda melalui website, platform chatting, sosial media, dll. Sehingga anak-anak muda akan tahu apa arti toghut, negeri khilafiyah, dsb.

Setelah familier dengan istilah-istilah itu, mereka akan ‘dicuci’ otaknya alias dipengaruhi untuk menaati aturan dalam kelompok terorisme. Anak muda diberi tahu bahwa melawan musuh itu keren dan jihad akan pasti masuk surga. Selain itu, penyebaran ajaran radikalisme dengan cara kekerasan juga diperbolehkan, karena musuh sudah dihalalkan darahnya.

Ajaran seperti ini tentu sangat mengerikan, karena mengajarkan ke anak-anak muda tentang sadisme dan ekstrimisme. Pengertian jihad versi teroris juga salah besar, karena Indonesia sudah merdeka, sehingga tidak ada musuh. Sehingga terkesan musuh yang ada hanya dibuat-buat, dengan alasan politis.

Jika ada orang dengan etnis lain atau keyakinan lain yang dianggap musuh, maka mereka salah. Karena Nabi Muhammad saja berdakwah dengan sangat lembut. Bahkan Nabi menyuapi seorang buta setiap hari, padahal ia memiliki keyakinan yang lain. inilah ajaran yang penuh dengan welas asih. Bukannya main hantam dengan menghunuskan pedang setiap hari.

Untuk mencegah masuknya terorisme ke generasi muda, maka bisa dengan cara-cara ini. Pertama, dengan pendekatan yang kekinian. Kompolnas (purn) Irjen Benny Mamoto menyatakan bahwa mencegah terorisme pada anak muda harus dengan pendekatan milenial. Jangan membuat narasi puluhan bahkan ratusan lembar. Bahasanya juga disesuaikan dengan mereka.

Untuk mewujudkan masukan dari Irjen (purn) Benny Mamoto, maka diadakan acara Duta Damai Nasional. Acara ini dibuat khusus untuk mengajak seluruh anak muda cinta damai dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Dengan begitu, mereka akan teguh pendirian dan tidak mudah terpengaruh bujuk-rayu kaum teroris.

Kedua, pencegahan terorisme pada generasi muda bisa dengan membuat lomba video. BNPT telah membuat lomba video bertema kontra propaganda radikalisme dan terorisme pada murid-murid SMA. Dengan viralnya video itu, maka banyak anak muda yang lain akan sadar bahaya terorisme dan radikalisme, sehingga mereka menjauh dari kelompok itu.

Sedangkan yang ketiga, pencegahan terorisme dilakukan dari rumah, terutama sang ibu. Peran ibu sangat penting untuk mendekati anak-anaknya, agar mereka mau terbuka. Sehingga jika sang anak terlihat mencurigakan atau terlibat organisasi yang aneh, ibu akan melihat sinyal bahaya dan segera menarik anak-anaknya dari kegiatan itu.

Perekrutan teroris pada generasi muda membuat kita shock karena ternyata sudah ada anggota kelompok itu yang masih berusia 20-an. Sayang sekali di usia produktif, mereka malah teracuni pikirannya dan ingin menyerang aparat dan mengebom tempat umum. Pencegahan penyebaran radikalisme di kalangan anak muda wajib dilakukan, agar mereka tidak salah arah.

)* Penulis adalah warganet tinggal di Pekanbaru

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here